
Masyarakat Dusun Pasi Luwu Timur Semakin Menderita Karena Tambang Nikel
desapasi.com – Mata Muhammad Anwar, 45 tahun, berkaca-kaca pada Rabu 29 Juni kemarin. Hari itu dia bercerita susahnya cari uang karena kegiatan tambang nikel.
Ia satu keluarga ada di Dusun Pasi-pasi, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Anwar ialah seorang nelayan sekalian petani. Satu tahun akhir, warga harus berusaha cari ikan. Karena, bila cuma memercayakan hasil pertanian, itu tidak memenuhi untuk kehidupan setiap harinya.
“Penghasilan menyusut, tidak sama awalannya,” ucapnya saat dijumpai di tempat tinggalnya, Rabu 29 Juni 2022.
Saat sebelum tambang punya PT Citra Lampia Berdikari (CLM) bekerja, hasil berlayar memenuhi untuk penuhi tuntutan hidup keluarganya. Sekali berlayar, ia dapat mendapatkan keuntungan Rp 100 ribu.
“Itu 1x jalan. Tetapi, saat ini turun mencolok cuma Rp 50 ribu,” ungkapkan Anwar.
Karena sampah tambang yang membuat air sepanjang pesisir pelabuhan Pasi-pasi jadi dangkal. Waktu hujanturun, air jadi kotor.
Walau sebenarnya, lokasi itu jadi spot favorite untuk nelayan untuk tangkap ikan. Imbas pertambangan ini memaksakan nelayan harus keluar sepanjang 2 km.
Biasanya, nelayan di dusun ini, tangkap ikan memakai jolloro atau perahu kecil. Skema tangkapnya juga masih tradisionil, yaitu memancing dan memakai jala.
Anwar adalah nelayan jala. Dia menyulam jalanya sendiri di teras rumah yang semi tetap. Disamping itu, ia terima order pembikinan jala dari dusun tetangga.
“Daripada kita berlayar tidak ada hasil . Maka, saya bekerja semacam ini,” sebut Anwar yang tidak mengatakan nominal tiap order jala.
“Gajinya tidak berapa, minimal menolong penuhi keperluan keluarga,”tambahnya.
Keadaan sama dirasa nelayan lain, Muhammad Said. Pria 48 tahun ini menjelaskan di tengah-tengah serangan tambang, ia berusaha bertahan hidup secara terus cari ikan. Bahkan juga, dia harus seberang ke perairan Sulawesi Tenggara.
Karena daerah tangkap jauh, nelayan mau tak mau menambahkan ongkos pembelian bahan bakar bensin. Sekali berlayar, Said habiskan bensin capai enam liter. Per liternya dibeli dengan harga Rp10 ribu. “Dahulunya 2-3 liter cukup. Saat ini 5-6 liter juga terkadang tidaklah cukup satu hari,” katanya.
Jika hasil tangkapan tidak sesusai, ia justru rugi. Walau sebenarnya, saat sebelum daerah tangkapan disekitaran pesisir Pasi-pasi masih bagus, nelayan dapat mendapatkan pendapatan yang prospektif. Hasil tangkapan di daerahnya juga cukup berlimpah. Dimulai dari ikan, kepiting, sampai cumi-cumi.
“Saat ini tidak dapat kembali,” sebut Said.
Di darat, masyarakat terus berusaha bertahan di dalam tengah pengembangan tempat tambang nikel punya PT Vale Indonesia. Satu diantaranya, Lukman, masyarakat Dusun Balangbano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur. Pria 48 tahun ini, gigih berkebun, walau beberapa lahannya sudah diambil oleh PT Vale Indonesia.
Perusahaan tambang itu mengeklaim, bila beberapa tempat Lukman masuk daerah konsesi. Tetapi, ia sebelumnya tidak pernah dipertunjukkan isi kontrak kreasi itu. Malah, informasi dia peroleh dari pemerintahan dusunnya, Tahun 2020.
Di tempat selebar lebih kurang satu hektar, Lukman berkebun untuk penuhi tuntutan hidup keluarganya. “Saya bertani kebun merica dan sayur. Tetapi, sejauh ini saya fokus tanam sayur,” papar warga tradisi Padoe, Lutim ini saat dijumpai di tempat tinggalnya.
Walau tidak berapa, keuntungan hasil dari menanam itulah pakai untuk modal usaha. Di tempat tinggalnya, Lukman buka usaha kelontong. Jika hasil kebun terkumpul, ia menjualnya ke tengkulak.
“Dipasarkan, meskipun berapakah ikat (sayur-sayuran) dari tempat sendiri,” ungkapkan Lukman.
Di tengah-tengah kekhawatiran, Lukman tidak putus keinginan. Ia memiliki komitmen terus bercocok tanam, walaupun sesuatu saat tempat penghidupannya dikerjakan perusahaan. “Dibanding menjadi pemirsa. Bukan kita tidak berani (menantang) dalam pengertian apa. Kita kan tahu ketentuan. Kita turut Undang-undang. Pada intinya kita semacam itu,” papar ia suara serak.
Kegiatan tambang membuat masyarakat risau, termasuk warga tradisi. Mereka pikirkan bila satu saat tanahnya diambilpihak perusahaan, termasuk rimba tradisi.
Ameria Sinta, warga tradisi Padoe, Wasuponda menjelaskan, sejauh ini rimba diatur berdikari oleh warga. Tetapi, apabila sudah ada kegiatan karena itu masyarakat harus keluar tempat tersebut.
Warga tradisi Padoe pilih mengalah untuk menghindar dari perselisihan. Walaupun mereka terbeban.
“Jika bertemu orang Vale, petani merasa terhimpit. Tetapi, kita ingin bagaimana kembali. Kita ingin mencari tempat lain, sulit ,” papar wanita 42 tahun ini.
Pada akhirnya mereka masih tetap bertahan di dalam daerah konsensi perusahaan. Warga tradisi Padoe pilih mengalah untuk menghindar dari perselisihan. Walaupun mereka terbeban.
“Orang di sini (warga adat), jika bertemu orang Vale, itu merasa terhimpit. Apalagi petani, tetapi, kita ingin bagaimana kembali?. Kita ingin mencari tempat lain, sulit ,” papar wanita 43 tahun ini. Pada akhirnya mereka masih tetap bertahan di dalam daerah konsensi perusahaan.
Beberapa warga bekerja sebagai sub kontraktor di bawah susunan PT Vale dan ada pilih mengelana keluar wilayah.
“Maka pada kondisi tertekan juga masih tetap berbesar hati untuk cari kehidupan,” tambah Meri terisak.
Terpisahkan, Supervisor External Department PT. Citra Lampia Berdikari (CLM), Fauzi Lukman, menentang bila ada warga yang mengeluhkan berkaitan kegiatan tambang di Luwu Timur. Karena, menurutnya, ada pengiring dusun dan pemerintahan yang intensif lakukan pegawasan.
“Tidak pernah kami dengar. Sejauh ini kami teratur lakukan pemantauan,” papar Fauzi.
“Terima kasih atas informasi yang diberi akan kami menindaklanjuti,” sambungnya.